Minggu, 02 Agustus 2015

Banyak Cerita Di Sekitar Kopi

Standard


Bismillah...
Jum’at siang, selepas sholat Jum’at, saya prepare untuk ngopi ke kawasan air terjun Dolo. Berangkat dari rumah sekitar jam 2 siang.
Singkat cerita, perjalanan sudah sampai di jalanan pegunungan. Adem dan mempesona :)
Ketika sampai di pintu loket wisata, ternyata udah sangat sepi, dan bahkan penjaga loket pun sepertinya sudah pulang semua, terlihat dari kosongnya ruangan dan lampu malam yang sudah dinyalakan. Yaa, Alhamdulillah jadi hemat 30 rb an, karena g perlu bayar tiket. Wkwk...
Di depan pertigaan, kami bingung menentukan arah, yang tadinya rencana mau ke air terjun Dolo (naik lagi sekitar 6 km an), akhirnya kami pilih ke air terjun Irenggolo, yang pintu gerbangnya udah ada depan mata :D Jelas aja, jam segitu mau naik lagi pasti dinginnya g ketahan.
Ketika masuk, terlihat sudah sepi pengunjung, atau malah jangan-jangan pengunjungnya tinggal kami saja :o Terlihat banyak sekali warung yang sudah tutup. Akhirnya kami putuskan untuk menuju warung yang agak masuk ke arah jalan setapak menuju air terjun.
Masuk ke dalam warung, kami langsung disapa dengan sangat sopan oleh ibu penjaga warung. Dan karena di depan terdapat daftar menu yang menunjukkan beberapa nama kopi yang masih ‘asing’, kami pun coba untuk bertanya sedikit dengan beliau, sebelum akhirnya kami memesan 2 cangkir kopi. Karena kami belum sholat Ashar, kami pun ijin untuk sholat Ashar dulu sebelum menikmati kopi.
Dan di sinilah terdapat cerita yang sebenarnya horor, tapi jadinya lucu XD
Ketika berjalan menuju Mushola, tetiba dari arah depan ada anjing berlari kencang ke arah kami sambil menggonggong. Sontak saja kami pun lari ketakutan. Saking paniknya, kami lari ke arah yang beda, saya menuju dalam warung sambil teriak : “Buuuk toloong Buk, anjingmu ngejar.. “
Si ibu warung dengan santainya bilang : “Tenang aja Mas, jangan lari, kalau lari malah di kejar.”
Oke, fine ! Soal teori itu aku juga tau. Cuma untuk meyakinkan diri ini agar tetap diam ketika ada anjing berlari siap menerkam itu sulit ! Terlalu spekulatif, cuma ada 2 pilihan saat diam, yaitu teori tersebut benar ATAU saya digigit beneran ! L *HembuskanNafasPanjang*
Akhirnya, anak bungsunya ibu warung itu keluar, masih kecil sih, mungkin masih SD, dengan tampang ‘cool-nya’ dia panggil si anjing, lalu diikatnya dengan rantai di dekat warung. Jelas aja dia berani, lhawong ternyata dia juga yang ngasuh anjingnya dari umur 7 hari an -.-“
Oke, lupakan tentang si Anjing tadi. Eh iya lupa, nama anjingnya, Gogo. Mungkin karena.. atau.. aahhhh, lupakan soal anjing galak itu !
Setidaknya ketegangan tadi terobati oleh dinginnya air wudhu yang benar-benar alami dari gunung, juga Musholla yang meskipun kecil, tapi sangat bersih, bahkan mukena yang dipakai teman saya pun juga bersih. Top deh, untuk ukuran Mushola di tempat wisata :D

Setelah ini baru inti cerita yang sebenarnya, baca terus Gaess :p

Oke, selesai sholat kopi sudah siap :D Lezatos :p
Kami tadi pesan 2 jenis kopi yang berbeda, masing-masing adalah kopi luwak alas, dan kopi lanang luwak alas. Ya, bedanya cuma satu kata, Lanang. Dalam bahasa Jawa, lanang berarti Laki-laki. Penyajiannya pun terbilang istimewa jika dikategorikan tradisional, gulanya tidak langsung dicampur, tapi ditaruh di satu gelas tersendiri. Jadi kopinya benar-benar murni seduhan kopi dan air saja.
Saat kami ingin menikmati kopi tersebut, datanglah seorang bapak pemilik warung, yang ternyata adalah pengolah kopi luwak tersebut. Alhasil, selama menikmati kopi, kami pun ngobrol banyak hal soal kopi.
Jadi, ternyata kopi di sini bukan dari perkebunan kopi, melainkan dari tanaman kopi liar yang ada di pinggiran jalan. Jenis kopinya adalah robusta, jadi sedikit di bawah arabica. Dan luwaknya pun adalah luwak liar, sehingga benar-benar kopi pilihanlah yang dimakan oleh luwak tersebut. Yang lebih menarik, ternyata usaha kopi ini sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda, dan tergolong industri yang cukup besar. Seingat saya dari cerita kemarin, salah satu pembesarnya dikenal dengan nama nDoro Sinyo.
Pembicaraan semakin hangat, saya pun menyertainya dengan menyeruput kopi tanpa gula yang luar biasa enaknya. Teman perempuan saya pun mencobanya, daaan minumnya sambil merem-merem. Ahaha... lucu banget lihat ekspresinya merasakan pahitnya kopi dan dia sungkan mau komentar, karena ada bapak pemilik warung tadi.. Ahaha... Sabar yaa :p Oiya, mungkin gegara ini juga, si bapak warung tiba-tiba manggil dia dengan sebutan Putri Kopi. wkwkwk...
Oke, lanjut.
Di tengah obrolan, tiba-tiba datang lagi seorang bapak yang memperkenalkan diri bahwa dia orang yang tinggal di situ. Saat suasana semakin gelap, dan ternyata juga tidak ada lampu di situ, eh si bapak yang barusan datang tadi malah nyeritain tentang hal-hal mistis di gunung tersebut. Ya meskipun juga cerita banyak tentang sejarah di gunung tersebut, termasuk tentang pernah adanya bandara di gunung tersebut.
Lanjut soal kopi, dari bapak pemilik warung tadi saya akhirnya tau perbedaan 2 kopi yang kami pesan tadi. Gini, keduanya sama-sama dihasilkan dari tanaman kopi liar, dan melalui proses dalam pencernaan luwak liar. Namun, saat proses pemilihan (pembersihan) ada biji kopi yang utuh satu, dengan satu guratan, dan itulah cikal bakal dari kopi lanang luwak alas, sedangkan kopi sisanya, yang sebenarnya juga sudah pilihan, itu adalah kopi luwak alas.
Soal rasa, keduanya sama-sama enak, artinya sama-sama pahit, cuma tidak membekas di lidah. Dan jika kopi luwak alas rasa pahitnya fokus satu titik di lidah, berbeda dengan kopi lanang luwak alas yang rasa pahitnya langsung menyebar ketika diminum. Ketika saya tanya ke teman saya pun, ternyata jawabnya sama. Namun, teman saya baru cerita kalo kepalanya sempat pusing pas minum kopi itu. Tapi itu wajar, karena dia g biasa minum kopi.
Harga satu sachetnya sih cuma 10-15 rb, tapi kalau udah diseduh jadi 20-25 rb :D Ada juga yang sachet harga 30 rb, nah untuk yang satu ini saya agak tercengang. Jadi, kopi sachet yang 30 rb ini, dengan jenis yang sama, tapi dibranding secara eksklusif dan dijual di bandara, persachetnya bisa sampai 350 rb lebih ! Bayangkan, kekuatan branding sedang bermain di sini, dengan sedikit teknik, keuntungannya bisa sampai 6x lipat lebih. Makanya saya g mau sebutkan merknya di sini :p :p :p
Terakhir, yang g kalah menarik adalah cerita tentang statment dari seorang GM perusahaan kopi terkenal. Ketika ada event di sebuah hotel di Kediri, pak GM ini mencoba merasakan kopi khas dari tempat tadi, dan berkata yang kurang lebih seperti ini : “Dari panas sampai dingin, kopi ini taste-nya tetap” Bayangkan, seorang GM perusahaan kopi terkemuka di negeri ini berani keluarkan statement yang seperti itu J
Dan karena sudah Maghrib, kami ijin untuk sholat dulu. Ketika hendak sholat, si bapak yang jadi penghuni daerah situ tadi mengatakan kepada kami tentang Musholla di tempat itu, dia menyebutnya dengan sebutan ‘Sanggar Pamujan’. Ini bahasa Jawa, tapi sudah sangat jarang sekali dipakai, karena artinya adalah tempat pemujaan, ya emang benar sih secara bahasa, bisa diartikan sebagai tempat ibadah. Tapi, dengan bahasa yang seperti itu, di lingkungan hutan, dan benar-benar sudah gelap, bahasa seperti itu lebih cenderung ke arah klenik. Akhirnya, ketika menuju Musholla yang memang sudah sangat gelap, teman saya ngajak untuk pulang, dan mencari Musholla di bawah saja. Dia sudah sangat takut rupanya. Karena jujur, saya sendiri pun juga sedikit khawatir, apalagi beberapa kali bapak yang tadi menawarkan untuk bermalam di sana. Padahal tidak ada penginapan di sana, yang ada Cuma gubuk-gubuk warung tanpa lampu. Jadi, langsung pulang adalah pilihan yang tepat. Cuss ahh
Itulah tadi serentetan cerita panjang di balik serunya ngopi di kawasan air terjun :D
Ternyata, kopi itu jenisnya buanyaaak. Bukan hanya jenis tanamannya saja, tapi juga cara tanamnya, cara petiknya, prosesnya, bahkan cara minum dan cara jualnya. Semuanya menarik dan penuh filosofi. Makanya sampai ada film berjudul ‘Filosofi Kopi’. Dan, kopi juga termasuk salah satu komoditas andalan Indonesia loh Gaes. Jadi, sudah sejauh mana pemahamanmu soal kopi ? Jangan kalah sama temanku dong :p

Kamis, 11 Juni 2015

Menjaga Untuk Yang Terjaga

Standard



Bismillah...
Beberapa waktu lalu, ada beberapa teman yang bertanya, “Rif, apakah Kamu suka dengan Ukhti  ... (sebut nama) ?” Tegas saya katakan Tidak ! Mereka heran dan bertanya lagi, “Hei, apa menurutmu dia kurang ini-itu (sambil menyebut ciri fisik) ?” Saya jawab, in sya Allah dia orang yang baik, cerdas, dan istimewa. Teman saya lanjut menanya, “Lalu kenapa Kamu tidak menyukainya ?” Hehe... Ada sebuah komitmen, yang mungkin perlu kalian tau :)

Terlepas dari aturan syariat, tentang tidak dibolehkannya pacaran, saya ada sebuah komitmen dengan diri saya sendiri. Saya tidak pacaran, karena saya juga tidak ingin calon istri saya pacaran, dengan siapa pun ! (tolong dipahami betul kalimat barusan).

Dan semoga ini juga menjadi jawaban atas pertanyaan lain :)
Ketika saya tidak mau foto berdua dengan seorang perempuan (yang tentu bukan mahram), karena saya juga tidak ingin calon istri saya foto berdua dengan laki-laki yang bukan mahramnya.
Ketika saya tidak mau untuk berduaan dengan seorang perempuan (yang bukan mahram), karena saya juga tidak ingin calon istri saya berduaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya.

Dan beberapa kali ada teman yang nyeletuk, “Rif, kalaupun Kamu pacaran di sini, berduaan pun, calon istrimu g bakalan tau kok Rif, jadi g perlu sampe segitunya.”

Hehe... Bisa saja saya membohongi manusia, tapi selamanya saya tidak akan pernah bisa membohongi-Nya, Allah Maha Mengetahui. Lagi pula, saya tidak ingin membohonginya karena saya juga tidak ingin dia membohongi saya ! Itulah mengapa saya katakan, “Menjaga untuk yang terjaga” :)

“Tapi, g asik dong kalau harus segitunya ?”
Siapa bilang ? Justru membuat sebuah komitmen dalam hidup itu menyenangkan. Kita jadi punya semacam ‘kontrol’ yang bisa meredam tingkah laku kita. Ketika kita mulai tergoda dengan sesuatu misalnya, kita akan dengan cepat menyadarinya dan membentengi diri. Sehingga seakan tau ke mana arah hidup ini.

Bertemu dengan banyak orang setiap hari, tentu saja akan menemui beragam kejadian. Dan godaan sepertinya akan selalu ada, tinggal bagaimana sikap kita, apakah memilih untuk mengiyakan ? Atau menolaknya ? Itu sebuah pilihan. Pilihan itu pun akan terasa berat jika kita tidak memiliki sebuah prinsip, makanya buatlah sebuah komitmen, agar prinsip hidup ini jelas *BerlagakDosen*

Eits, sebentar. Barusan baca ulang dari atas, kok kalimat-kalimatnya sedikit arogan ya ? Hmm, tapi jujur tidak ada niat untuk menyombongkan diri sedikit pun, karena sadar semua ini hanyalah milik Allah SWT. Tidak perlu dan tidak ada yang bisa disombongkan. Artikel ini hanya sebagai media berbagi ilmu saja, khususnya tentang prinsip yang saya tanamkan dalam diri saya sendiri.

Sekali lagi, tidak ada dan tidak pernah ada sedikit pun niatan untuk menyombongkan diri. Masih terlalu banyak kesalahan dan dosa pada diri ini. Jadi, apabila ada kata-kata yang kurang berkenan, saya minta maaf yang sebesar-besarnya, dan silahkan diingatkan via koment di bawah ini jika berkenan.

#HaturNuhun ^_^

Sabtu, 11 April 2015

Alunan Mimpi

Standard


Bismillah...
Saya mempunyai sebuah mimpi, keinginan yang begitu kuat. Suatu saat saya ingin Kediri ‘dikuasai’ Muslim. Tidak perlu secara fisik, tapi cukuplah tatanan kehidupan Islam menjadi sebuah gaya hidup di Kediri. Mulai dari warga biasa, pengusaha, bahkan sampai pemerintahannya.

Ketika keramah-tamahan, sopan-santun, dan kejujuran menjadi pemandangan yang sudah biasa di Kediri. Ketika tidak ada lagi tipu-menipu yang perlu dilakukan oleh semua pengusaha. Ketika korupsi adalah benar-benar sesuatu yang haram untuk dilakukan pemerintahnya, dan pelayanan publik menjadi prioritas utama bagi mereka. Ketika  kesenjangan ekonomi tidak begitu ekstrim, karena zakat berjalan dan tersalurkan dengan baik. Ketika tidak ada lagi rasa untuk ‘mengasihani’, karena sudah tidak ada yang ‘perlu dikasihani’, karena semua sudah dalam keadaan makmur. Ketika semua itu terjadi, maka ketika itulah Islam sudah menjadi gaya hidup masyarakat.

Dan ketika saya mulai memimpikan semua itu, Allah seakan memberikan sebuah isyarat, dukungan yang sangat baik. Mulai dari ‘tiba-tiba’ saya dipertemukan dengan kelompok orang-orang yang bertekad memperjuangkan pemerintahan yang baik, yang akhirnya membuat saya tertarik untuk ‘gabung’ menjadi bagian dari mereka. Juga ketika saya diperkenalkan dengan sebuah komunitas dakwah, yang ternyata punya potensi yang sangat besar, dan saya pun bergabung di dalamnya. Hingga ketika saya dipertemukan dengan kelompok Pengusaha Muslim, yang punya ‘power persatuan’ luar biasa, serta visi yang mulia, in sya Allah. Semua itu terjadi dalam waktu hampir bersamaan, kurang dari satu tahun ! Subhanallah...

Karena untuk mewujudkan mimpi besar tersebut, harus dilakukan dari berbagai arah, dari pemerintahan sebagai pemegang amanah kepemerintahan, pengusaha sebagai penentu arah perekonomian, dan komunitas dakwah sebagai penyampai ilmunya. Saya merasakan semua itu sudah lengkap. Alhamdulillah.

Jika benar ini adalah ‘isyarat’ yang baik, semoga Allah semakin memudahkan saya untuk mewujudkan mimpi itu. Aamiin...

=================================================================
Sepertinya aku terlalu cinta denganmu Kediri,
Sepertinya aku terlalu cinta denganmu Indonesia,
sepertinya aku terlalu cinta denganmu Saudara seimanku,
Sepertinya aku terlalu cinta denganmu semua Makhluk Allah,
dan sepertinya aku terlanjur sangat cinta kepada-Mu, wahai Dzat yang menciptakan segalanya...
ALLAH.

Minggu, 05 April 2015

Carilah Pasangan Yang Satu Visi

Standard



Bismillah...
Beberapa minggu yang lalu, saya menghadiri kajian Ustadz Felix di Surabaya. Kajian tentang Pernikahan yang diberi tema ATM (Amati Ta’aruf Menikah). Singkat cerita, dalam kajian yang berdurasi sekitar 2,5 jam itu, ada satu materi yang masih saya ingat betul, yaitu tentang bagaimana agar sebuah hubungan pernikahan bisa langgeng.
Akhir-akhir ini banyak sekali peristiwa perceraian (naudzubillah...) di kalangan selebriti. Kenapa hal itu bisa terjadi ? Padahal, secara fisik mereka sama-sama ‘istimewa’. Pun demikian dari segi materi, mereka sama-sama kaya. Tapi kenapa hubungan mereka sulit untuk dipertahankan ? Salah satu jawaban yang paling masuk akal adalah ketidak samaan visi mereka.
Bicara tentang pernikahan, berarti bicara tentang membangun sebuah hubungan jangka panjang. Jadi, tentu saja dalam sebuah hubungan jangka panjang tersebut, ada sebuah Visi / Goal yang ingin dicapai bersama. Nah, jika dalam sebuah hubungan ada 2 visi yang berbeda, akankah bisa mewujudkannya bersama ? Bisa, namun sepertinya sulit. Ibarat dalam satu mobil, ada dua orang dengan tujuan yang berbeda, pasti salah satunya akan terkalahkan, karena harus mengikuti salah satu tujuan saja.
Maka dari itu, agar sebuah hubungan bisa langgeng, sekali lagi, harus ada satu visi yang sama, yang mendasari terbentuknya hubungan tersebut. Dan sebaik-baik Visi atau tujuan yang paling baik, adalah Allah.
Ketika 2 insan menikah dengan tujuan yang sama, untuk Allah, maka in sya Allah mereka sudah membuat pondasi yang kuat atas hubungan mereka. Karena ‘arah’ pernikahan mereka sudah jelas, visi mereka sudah satu tujuan, untuk Allah. Jadi, ketika nantinya mereka menemui masalah dalam membangun rumah tangganya, mereka akan dengan cepat menemukan solusinya, kenapa ? Karena mereka satu pemahaman, satu tujuan.
Contoh, ketika seorang Istri sedang ‘marah’ dengan suaminya, karena sebuah kesalahan kecil, marahnya tidak akan lama. Kenapa ? Karena jika Allah tujuannya, mau tidak mau, suka tidak suka, Istri akan memaafkan suaminya, bukan karena suaminya, tapi karena Allah-lah yang memerintahkannya. Pun sebaliknya, ketika suami marah terhadap kesalah kecil Istrinya, marahnya pun juga tidak akan lama, kenapa ? Sekali lagi, ketika Allah tujuannya, mau tidak mau, suka tidak suka, suaminya akan segera memaafkan Istrinya, dan selalu menyayangi Istrinya. Bukan karena Istrinya, tapi karena Allah-lah yang memerintahkannya untuk berlaku demikian.
Jadi, jelaslah sudah jika dalam sebuah hubungan terdapat satu visi yang sama, masalah sebesar apa pun akan ‘terasa’ mudah dan ringan atas izin-Nya, in sya Allah. Mari, satukan visi hanya untuk Allah semata.

Kamis, 29 Januari 2015

Happiness Index vs Financial Index

Standard


Bismillah...

Suatu siang, selepas Dzuhur, saya bersilaturahim ke rumah salah satu teman, dan kebetulan Ayahnya ikut ngobrol dengan kami. Beliau berbagi sedikit tentang pandangan hidupnya kepada kami. Beliau menekankan tentang pentingnya prinsip ‘Happiness Index’ dan bukan ‘Financial Index’. Mendengar kalimat pembukanya saja, saya udah sangat tertarik. Beliau kemudian meneruskan penjelasannya, Happines Index adalah menjadikan Kebahagiaan sebagai tolak ukur pencapaian. Sedangkan Financial Index, menjadikan Finansial sebagai ukuran pencapaian. Seseorang yang berprinsip Financial Index, akan menjadikan Finansial atau Materi sebagai tujuan utama. Hingga tak jarang, untuk memperoleh pencapaian finansial itu, dilakukan dengan cara yang kurang atau bahkan tidak halal.

Berbeda dengan Finansial Index, Happiness Index tentu menjadikan Kebahagiaan sebagai tujuan utama. Kebahagiaan yang dimaksud adalah kebahagiaan yang hakiki, kebahagiaan yang hanya bisa diperoleh dengan cara yang baik. Kebahagiaan tersebut dapat diperoleh dengan banyak cara, yang tentunya cara yang halal, cara yang tidak bertentangan dengan norma Agama, cara yang tidak merugikan orang lain. Dari sekian cara tersebut, salah satunya adalah melalui materi. Eits, pahami betul kalimat terakhir tadi. Karena dari situlah akan sangat jelas perbedaannya. Oke, saya sederhanakan seperti berikut :

Financial Index, menjadikan Finansial atau Materi sebagai tujuan utama;
Happiness Index, menjadikan Kebahagiaan sebagai tujuan utama, dan materi hanyalah salah satu dari sekian banyak fasilitas untuk meraih kebahagiaan. Jadi, di sini materi hanya sebuah fasilitas, bukan tujuan utama !


"Jadi dapat saya simpulkan, dengan menjadikan Happiness Index sebagai prinsip hidup, in sya Allah, kita lebih tenang dalam menjalani hidup, lebih memperhatikan proses pencapaian kebahagiaan hidup, karena kebahagiaan hakiki, hanya dapat diraih dengan cara-cara yang baik, yang tidak bertentangan dengan aturan-Nya."